Dahulu, menebang pohon secara ilegal, asal tanam, asal kelola, lalu pergi merupakan aktifitas masyarakat yang ditinggal disekitar hutan untuk bertahan hidup. Kepastian hidup merupakan harapan masyarakat sekitar hutan agar mereka bisa hidup tenang.
Kini, ketika harapan hidup itu ada, memiliki legalitas dan kepastian hukum dalam mengelolaan hutan, bagaimana masyarakat dapat mengisi kemerdekaan tersebut?. Kolaborasi menjadi kunci bagaimana kelestarian hutan, sosial dan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa sekitar hutan.
Holla..
Jum’at terakhir di akhir
2018 membicarakan hutan sosial! mmm.. sebagian masyarakat sudah dalam suasana
liburan, tetapi saya malah asik menikmati rindangnya pohon yang ditanam sejak tahun
1978. Kebayang dong usia pohon saat ini sudah berapa tahun.
Arborea Café menjadi tempat diskusi
“Refleksi Hutan Sosial 2018” Dialog dengan Tokoh Hutan Sosial TEMPO
2018. Diskusi ini atas prakarsa TEMPO bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan RI.
Lokasi diskusi berada di Arboretum
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, disini tumbuh hampir 300 jenis pohon.
Bisikan angin menyatu dengan tarian dedauan pohon membuat diskusi mengalir
sangat hikmat.
Enda and Rhesa membawakan lima buah lagu sebelum acara Refleksi Hutan Sosial 2018 dimulai
Apa itu hutan sosial? mengapa hutan sosial perlu
didiskusikan? saya sendiri penasaran, dan terbukti dengan banyaknya peserta
yang mengikuti diskusi, walaupun sudah masuk liburan akhir tahun 2018 tetap
antusias mengikuti diskusi.
Jadi, diskusi “Refleksi Hutan
Sosial 2018” merupakan rangkaian dari edisi khusus koran Tempo yang terbit pada
tanggal 17 & 18 Desember 2018 tentang Hutan Sosial Pilihan TEMPO 2018.
Hutan sosial menjadi publikasi Tempo pada
akhir tahun 2018. Bagi TEMPO, publikasi jauh lebih penting agar pengetahuan
tentang hutan sosial semakin luas menjangkau masyarakat.
Pada tahun 2008, TEMPO juga pernah mempublikasikan
tentang 10 kepala daerah terbaik di seluruh Indonesia lho, salah satunya Bapak
Joko Widodo yang saat ini menjadi Presiden RI.
Karena publikasinya tentang Hutan Sosial
2018, TEMPO mendapatkan apresiasi dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
RI. Ibu Siti Nurbaya menyatakan bahwa pada era 4.0 ini peran media sangat
penting, untuk mengkomunikasikan dengan baik tentang hutan sosial serta
kearifan lokal lainnya.
Refleksi Hutan Sosial 2018 (28/12/18)
Hutan Sosial untuk Kesejahteraan Rakyat
Diskusi “Refleksi Hutan
Sosial 2018” diawali dengan sambutan dari Ibu Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan RI, beliau menyampaikan bahwa hutan sosial adalah jawaban untuk masyarakat
di desa, desa hutan dan sekitarnya.
"Hutan sosial adalah Negara memberikan pengelolan hutan kepada rakyat, rakyat mendapatkan kepercayaan secara kolektif selama 35 tahun untuk mengelola hutan secara lestari",
Indonesia memiliki 25 ribu hutan, 30 juta pendudukan
desa hutan,10 juta penduduk desa hutan masuk dalam ketegori miskin dan 70%
penduduk desan hutan menggantungkan hidupnya pada hutan.
Lalu apa saja yang telah dilakukan
pemerintah terhadap hutan sosial ini? Pemerintah Pusat melalui Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI telah melakukan beberapa hal yaitu :
- Memberikan akses pemanfaatan hutan
- Kesempatan fasilitas berusaha
- Pelatihan manajemen usaha hutan tani
- Pendampingan selama 35 tahun serta evaluasi.
Ibu Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI saat memberikan sambutan dalam Refleksi Hutan Sosial 2018
Bagaimana dengan hasilnya? apakah
masyarakat dapat memanfaatkan hutan sehingga perekonomian desa meningkat? Menurut
Ibu Siti Nurbaya, hingga akhir tahun 2018 ada 2,5 hektar hutan sosial yang
telah menunjukan kesejahteraan yang cukup baik.
Ada 58 ribu kepala keluarga yang telah
menikmati program pemberdayaan hutan sosial ini. Menurut Ibu Siti Nurbaya,
jumlah tersebut masih belum cukup, karena targetnya adalah 12,7 hektar.
Target 12,7 hektar tentu akan sulit
terwujud, tanpa adanya kolaborasi dengan berbagai pihak. Gotong royong,
sinergi, kolaborasi, saling memahami dan mengetahui. Media dan komunikasi
publik membangun kebersamaan masyarakat, dunia usaha dan pemerintah.
Hutan Adat Marena, Desa Pakalobean &
Singki, Sulawesi Selatan. 1 dari 9 Hutan Sosial Pilihan TEMPO 2018 (Foto sumber: koran.tempo.co)
Seperti halnya kolaborasi dengan TEMPO yang
memiliki pengetahuan komunikasi publik yang baik, juga dengan praktisi media
dan jurnalis sehingga komunikasi publik tentang hutan sosial menjadi lebih
luas.
"Tantangan pada era 4.0 bukan hanya mengetahui tentang hutan sosial, tapi ada keingian untuk mengetahui lebih dalam apa itu hutan sosial dan mendalaminya sampai akhirnya masyrakat berbuat dan mengajak orang lain untuk berbuat" - Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI-
Diskusi Refleksi Hutan Sosial 2018
Setelah Ibu Siti Nurbaya menyampaikan sambutannya
tentang potret hutan sosial di Idonesia, dilanjutkan dengan diskusi yang
dimoderatori oleh Bagja Hidayat, Redaktur Pelaksana TEMPO.
Mengapa Tempo Mengangkat Tema tentang Hutan
Sosial?
Budi Setyarso selaku Pimpinan Redaksi Koran
TEMPO menyampaikan bahwa ada 3 (tiga) hal yang mendasari koran tempo
mempresetasikan 9 Tokoh Hutan Sosial Pilihan TEMPO 2018.
Selain karena karena
para tokoh tersebut merupakan ujung tembok kehutanan sosial, juga karena:
Narasumber dan moderator Refleksi Hutan Sosial 2018 (28/12/18)
Kepahlawanan
Menurut Budi Setyarso ada 40 juta orang hidup
dihutan, angka yang sangat besar, dan mereka yang hidup dalam kelompok miskin,
hidup mengandalkan hutan, mereka menebang pohon bukan untuk keuntungan tapi
untuk hidup.
Kepahlawanan ini muncul dari sekelompok
orang yang sadar lebih dahulu, tidak bergantung pada pohon tapi bisa bergantung
dengan yang lainnya. Contoh Hutan Kalibiru, Kulon Progo, Yogyakarta.
Anak muda disana bekerjasama untuk tujuan
wisata, mereka hidup dari wisata Waduk Sermo di kawasan hutan kemasyarakatan
Kalibiru. Dalam satu tahun mereka bisa menghasilkan hampir 5 milyar. Dulu mereka
hidup dari kayu hingga hutan rusak kini hidup dari pariwisata Kalibiru.
Dulu hidup dari menebang pohon, jual dengan harga
murah, para pemilik modal menampung hasil kayu curian, hutan jadi rusak. Kini
mereka melawan, memblokir jalan untuk menghalangi pembalak liar, melestarikan
hutan dengan menggunakan hutan secara produktif dan terukur, melestarikan hutan
dan masyarakat sekitar.
Konsistensi
Awalnya dimulai oleh satu atau dua orang
yang peduli tentang hutan, ada yang tidak langsung setuju. Dengan konsisten
tidak menebang pohon selama 5 tahun yang menjadi pertimbangan tersendiri.
Bukan
yang baru 1 (satu) tahun, lalu kembali membalak liar. Konsisten juga pada peraturan
Pemerintah Pusat dan Daerah tentang pemanfaatan lahan hutan.
Perijinan yang tumpang tindih tidak menjadi
pertimbagan, karena jika perijinan saja bermasalah, maka bisa dipastikan
manajemen kelola hutan tani lainnya juga bermasalah.
Kolaborasi
Digerakan tidak hanya oleh pelaku hutan
tani saja, tetapi juga oleh pendamping, home taker serta Pemda. Kolaborasi yang
bergerak bersama akan menghasilkan kelompok yang tumbuh lebih maju dari
kelompok yang lain.
Hutan Sosial Pilihan TEMPO 2018
Puluhan juta masyarakat tinggal disekitar
hutan, TEMPO mencetuskan Tokoh Hutan Sosial 2018 yang bekerjasama dengan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, menyaring 5000 kelompok tani desa menjadi 12
calon unggulan.
Adapun para Dewan Juri dalam pemilihan Hutan
Sosial Pilihan TEMPO 2018 yaitu:
- Budi Setyarso, Pimpinan Redaksi Koran TEMPO
- Bambang Supriyanto, Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK
- Didik Suharjito, Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB
- Ir. Suwito, Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial, Kemitraan Pembaharuan Tata Pemerintahan .
- Dra. Jo Kumala Dewi, Direktur Kemitraan Lingkungan pada Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, KLHK
Adapun Apsek Penilaian dalam pemilihan Hutan
Sosial Pilihan TEMPO 2018 yaitu:
- Telah mendapat sertifikat perhutanan sosial
- Inovatif
- Berkelajutan
- Menggerakan Komunitas
- Terlibat aktif minimal 5 tahun
Inilah 9 Tokoh Hutan Sosial Pilihan TEMPO 2018
- Hutan Desa Bentang Pesisir, Padang Tikar, Desa Tanjung Harapan, Batu Ampar, Kubu Raya, Kalimantan Barat
- Hutan Desa Jorong Simancuang, Desa Alam Pauh Duo, Solok Selatan, Sumatera Barat
- Hutan Adat Segumon, Sanggau, Kalimantan Barat
- Hutan Adat Marena, Desa Pakalobean & Singki, Sulawesi Selatan
- Lembaga Masayarakat Desa Hutan Wono Lestari, Desa Burno, Lumajang, Jawa Timur
- Hutan Kemansyarakatan Kalibiru, Desa Hargowilis, Kulonprogo, Yogyakarta
- Hutan Kemansyarakatan Air Berik, Batukliang, Lombok Tengah
- Hutan kemasyarakatan Sumber Jaya, Lampung Barat, Lampung
- Hutan kemasyarakatan Lubuk Kertang, Pangkalan Brandan, Langkat, Sumatera Utara.
Selamat kepada 9 Tokoh Hutan Sosial Pilihan
TEMPO 2018 semoga dapat mempertahankan prestasinya dan bisa menjadi inspirasi
yang lain yang belum terpilih untuk meningkatkan kemampuannya.
Ibu Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, berfoto bersama 9 Tokoh Hutan Sosial 2018 bersama Para Pendamping
Skema Perhutanan Sosial di Indonesia
Didik Suharjito, selaku Ketua Dewan Juri
menjelaskan bahwa di Indonesia skema hutan sosial dibagi menjadi 5 (lima),
yaitu :
- Hutan kemasyarakatan
- Hutan Desa
- Hutan Adat
- Hutan Tanaman Rakyat (HTR)
- Hutan Kemitraan
Hutan Kemasyarakatan (HKM) paling banyak memenuhi
kriteria penjurian, karena sudah puluhan tahun menjalankan hutan tani.
Sedangkan
Hutan Tanaman Rakyat (HTR) merupakan usaha baru, masih membutuhkan modal usaha
yang lebih banyak, sehingga apa yang sudah dihasilkan selama ini belum murni
sebagai usaha masyarakat, lebih banyak bekerjasama dengan kemitraan lain.
Waduk Sermo, Kulonprogo, Yogyakarta, 1 dari 9 Hutan Sosial Pilihan TEMPO 2018 (foto sumber : pegipegi.com)
Target 12,7 hektar Hutan Sosial
Bambang Supriyanto, Dirjen Perhutanan
Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK menjelaskan bagaimana cara merealisasikan target
12,7 hektar hutan sosial di Indonesia.
Target tidak mungkin tercapai jika tidak dijalankan
bersama antara Pemerintah Pusat, Kementerian KLHK, Kementerian KKP, Kementerian
Pertanian, Kementerian BUMN (sebagai mitra kunci menjalankan kehutanan sosial).
Juga civil society yang tergabung dalam Pokja
Kehutanan Sosial, Tim Percepatan Pusat dan Daerah, Tim Pokja Provinsi, Lembaga
Perbankan dan Perusahan melalui program CSR.
Indikator keberhasilannya yaitu para pelaku
hutan sosial memiliki kelembagaan kuat, yang memiliki badan hukum serta mampu setara
dengan korporasi yang mampu mengelolan hutan tani dengan baik.
Hutan Desa Jorong Simancuang, Desa Alam
Pauh Duo, Solok Selatan, Sumatera Barat. 1 dari 9 Hutan Sosial Pilihan TEMPO 2018 (foto sumber: koran.tempo.co)
Setelah pelaku hutan sosial mendapatkan ijin,
mereka akan mendapatkan pendampingan, idelnya satu lokasi satu pendamping. Saat
ini masih kurang, karena satu pendamping, masing-masing mendampingi 3 hutan
sosial.
Di tahun 2019, akan mendorong pendamping lebih
luas lagi, baik dari Perintah Daerah, LSM, Akademisi yang memiliki standar
kopetensi bagaimana mengelola hutan sosial.
Pada tahun 2018, standar kompetisi telah
dibuat melalui Peraturan Dirjen, yang akan menyeleksi nantinya adalah Pokja Propinsi
yang mengetahui lebih detail dan menyeluruh tentang hutan sosial didaerahnya.
Suasana Refleksi Hutan Sosial 2018 di Arborea Cafe, Arboretum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (28/12/18)
--
Semoga melalui apresiasi ini, para tokoh
hutan sosial lebih meningkatkan prestasinya dan semakin menjadi aset produktif
yang lebih berdaya lagi.
Hutan sosial jika dikelola dengan baik maka
dampaknya sangat terasa, jika hutan lestari, maka ancaman perubahan iklim dan
bencana alam bisa terhindarkan.
Lembaga Masayarakat Desa Hutan Wono
Lestari, Desa Burno, Lumajang, Jawa Timur. 1 dari 9 Hutan Sosial Pilihan TEMPO 2018 (foto sumber: koran.tempo.co)
Kolaborasi diharapkan terus dilakukan
seperti dengan lembaga Perbankan untuk membantu permodalan, khususnya untuk
Hutan Tanaman Rakyat (HTR) yang sangat besar potensi dan kebutuhannya.
Karena kolaborasi
merupakan kunci kelestarian hutan, sosial dan ekonomi masyarakat desa sekitar hutan.
Salam hangat,
Elly Nurul
paling suka kalau trekkingke hutan yang rimbun, udaranya khas banget klo di tengah hutan. sejuk dan sunyi.
BalasHapusHutan Indonesia termasuk paru-paru dunia. Kebayang kalau paru-paru dunia sudah rusak. Jadi memang sudah saatnya ada gerakan seperti ini agar kerusakan hutan gak semakin meluas. Hutan harus tetap lestari
BalasHapus(((40 juta penduduk tinggal di hutan))) wow.
BalasHapusSemoga jumlah pendamping bisa ditambah agar bisa lebih maksimal dalam melakukan pendampingan hutan sosial.
Saya percaya bahwa menjaga hutan merupakan bentuk ikhtiar kita untuk menjaga alam. Sebagaimana yang tertuang dalam tulisan, "jika hutan lestari, maka ancaman perubahan iklim dan bencana alam bisa terhindarkan." saya setuju.
Tulisan dalam blog ini relatif panjang bagi saya. Namun saya dapat menikmati bacaannya. Tertata rapi, gambarnya pun bagus dan jelas. Saya bisa membayangkan bagaimana sejuknya berada di sana. Semoga suatu saat saya berkesempatan mengikuti acara serupa.
Blog yang inspiratif.
memang ya, buat menjaga kelestarian hutan, harus berkolaborasi dengan banyak pihak. Gak kebayang deh kalo hutan-hutan yang ada di bumi ini berkurang. serem aku bayanginnya
BalasHapusMANTAP BETUUULL!
BalasHapusMemang Hutan harus lestari dan melibatkan semua pihak ya mbaaa
Kindly visit my blog: bukanbocahbiasa(dot)com
Astagaaa yg jd narsumnya bosnya suamiku wkwkwk.. tau gtu kmrn aku daftar ikutan 😂😂
BalasHapusI love hutaaan, menyegarkan, kalo sebulan ga nemu ini galoow. Makanya kalo hiking ke hutan kami selalu bawa bibit pohon buat ditanam dan untuk masa depan anak cucu cicit huahahah...
BalasHapusParagraf ini bikin sedih Indonesia memiliki 25 ribu hutan, 30 juta pendudukan desa hutan,10 juta penduduk desa hutan masuk dalam ketegori miskin dan 70% penduduk desan hutan menggantungkan hidupnya pada hutan.Semoga belum terlambat atas berbagai upaya yang dilakukan. Amin.
BalasHapus40 juta orang itu banyak banget. Masyarakat yg hidup di area hutan harus sama lestari nya dengan hutan itu sendiri
BalasHapusSemoga hutan-hutan di Indonesia bisa tetap terjaga yah. Sedih kalau baca berita tentang hutan kebakaran atau penebangan liar :(
BalasHapusSudah jadi kewajiban kita semua yah menjaga dan melestarikan hutan. Sedih aku tuh kalau denger kebakaran dan penebangan hutan secara liar. Semoga sudah tidak adalagi hal-hal seperti itu.
BalasHapusMelestarikan hutan penting banget ya mba, kita harus bisa menjaganya. Jangan sampai hutan dirusak oleh orang tidak bertanggung jawab.
BalasHapusMasyaAllah.. senang sekali ada yang concern dengan hutan. Kalau bukan kita, siapa lagi kan.. semoga melestarikan hutan ini bisa terus dijalankan
BalasHapusSebagai salah satu paru-paru dunia, Hutan Indonesia ini yang menjadi harapan keseimbangan ekosistem di tengah lajunya modernisasi segala bidang. Talkshownya keren banget ini, dihadiri ibu Siti Nurbaya dan para pakar plus musisi idola saya Endah dan Rhesa. Seru banget, semoga acara seperti ini bisa lebih banyak lagi dan dapat meningkatkan kepedulian serta kecintaan pada hutan-hutan di Indonesia
BalasHapusKeren banget ini ya kak programnya TEMPO, membuatkan salah satu awarding untuk Hutan Sosial di Indonesia. Semoga dengan adanya nominasi seperti ini semakin pada semangat di daerah-daerah.
BalasHapusBersyukur banget masih punya banyak hutan ya kita... kudu dirawat dan dijaga.. bersyukur masih banyak orang yg peduli pada kelestarian hutan
BalasHapusBagus banget programnya, jadi semacam pencerahan untuk menjaga kelestarian hutan. Thanks for sharing yaaa
BalasHapus