Bicara tentang pola pengasuhan anak memang selalu menarik, apalagi bagi orang tua, karena tidak ada sekolah bagi orang tua. Belajar dari pengalaman dan tentunya bertanya dengan para ahli merupakan upaya orang tua untuk mewujudkan anak hebat.
Pola pengasuhan kolaboratif adalah kunci sukses anak hebat, dengan kerja kolektif bersama antara pasangan dan semua anggota keluarga dalam mengelola rumah tangga yang saling memahami dan menerima sehingga anak-anak bebas mengeskpresikan diri menjadi anak hebat.
“Anak pandemi nih.. jadi takut sama orang, ngga mau digendong orang lain..”
Itu adalah komentar teman saya, ketika beberapa hari lalu kami bertemu setelah kegiatan pertemuan dibatasi. Kala itu saya membawa putri tercinta yang usianya 11 bulan, seorang teman ingin menggendong, namun putri saya menolak.
Anakku kembali menolak digendong ketika saya bertemu dengan teman saya yang lain, memalingkan wajahnya, ketakutan bahkan menangis lalu memeluk erat saya.
“Ah.. biasanya mau kok digendong, nanti mungkin mau, sabar ya.. namanya juga anak kecil..”
Itulah yang saya ucapkan, sambil mikir kenapa ya? kok nggak mau digendong teman saya, apakah teman saya menakutkan? atau saya kurang memberikan komunikasi yang baik sehingga anak saya terlihat introvert?.
Ahhh.. saya terlalu dini dan agak lebay jika menyebut anak saya introvet, mungkin karena aktivitas baru yang membuat putri saya kaget, biasanya dirumah, sekarang ditempat baru dan bertemu orang baru.
Sosial Emosi Anak dan Masa Transisi
Ternyata masa transisi saat ini memiliki pengaruh terhadap sosial emosi anak lho.. hal ini saya dapatkan ketika mengikuti webinar Bicara Gizi dalam rangka Hari Keluarga Nasional 2022 dengan tema “Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi” pada Selasa, 28 Juni 2022.
Yang selama ini saya curigai penyebab anak saya enggan dengan orang baru adalah karena masa transisi sekarang terjawab melalui webinar Bicara Gizi, anak butuh waktu untuk beradaptasi dan juga butuh peran orang tua dalam menghadapi sosial emosi anak di masa transisi.
Kenapa saya tertarik mengikuti webinar tersebut? karena sebagai seorang Ibu yang memiliki anak yang berusia 11 bulan, tentu membutuhkan informasi tentang keluarga dan juga nutrisi untuk tumbuh kembang anak termasuk kenapa anak saya tidak mau digendong orang lain saat pertama bertemu.
Di masa transisi, tidak hanya orang tua, anak anak juga memiliki rutinitas baru, sebelumnya ada batasan khusus tapi sekarang tidak ada. Mulai banyak interaksi di lingkungan sosial, ada yang cepat beradaptasi dan ada juga yang sulit beradaptasi.
Menurut Bapak Arif Mujahidin, Coorporate Communication Director Danone Indonesia 2 tahun terakhir buat anak balita, mereka dimasa pandemi, lebih sering bersama keluarga dirumah, dengan makanan yang disediakan keluarga dan wajah wajah yang dikenal anak.
Baca juga : Rutinitas Makan Sehat dengan Gizi Seimbang Selama di Rumah Saja
Tapi, dalam masa transisi sekarang, anak anak mulai keluar rumah lagi, mulai bertemu dengan orang lain selain keluarga dirumah, tempat tempat baru dan banyak hal lain yang berubah yang membuat sosial emosional anak terganggu.
Dari penjelasan Bapak Arif Mujahidin, ada hubungannya antara sosial emosi anak dan masa transisi.. kenapa putri saya tidak mau digendong teman saya dan cenderung takut, karena selama ini hanya bertemu dengan orang yang dikenalnya saja dan butuh waktu untuk bisa mengenal orang baru.
Tantangan Sosial Emosi Anak di Masa Transisi
Anak bagian penting dari keluarga dan keluarga adalah harta yang paling berharga untuk bangsa Indonesia, karena anak hebat dihasilkan dari keluarga dengan pola asuh yang hebat.
Dalam masa transisi anak usia dini sangat rentan, karena selama ini anak usia dini bergantung pada orang dewasa untuk memenuhi kebutuhan paling dasarnya.
Lalu apa saja tantangan anak dan orang tua di masa transisi?
- Terganggunya perkembangan sosial emosional anak yang merupakan faktor penting dalam pertumbuhan anak
- Kurangnya pemahaman yang menyeluruh mengenai sosial emosional anak yang akan membantu orang tua dalam memberikan stimulasi, memonitor perkembangan dengan baik, khususnya pada situasi transisi pasca pandemi.
Pertanyaan selanjutnya tentang sosial emosi anak di masa transisi yaitu :
- Bagaimana anak bisa menjalankan masa transisi agar bisa berinteraksi dengan lingkungan sosial secara optimal
- Bagaimana pengaruh masa transisi terhadap perkembangan sosial emosional anak
- Apa dampaknya jangka panjang atau pendek serta solusi yang harus dilakukan orangtua untuk mengatasinya
"Momen transisi menjadi kesempatan baik untuk mengasah dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak, utamanya dalam perkembangan sosial emosional anak" Arif Mujahidin, Corporate Communication Director Danone Indonesia
Pentingnya Pola Asuh Kolaboratif Di Masa Transisi
Anak membutuhkan keluarga sebagai lingkungan terdekat yang mampu memberikan rasa aman dan memiliki akses pengajaran serta pembentukan pribadi anak. Selain itu anak juga membutuhkan pengasuhan kolaboratif untuk dapat mendukung tumbuh kembangnya, termasuk kebutuhan nutrisi yang cukup pada anak anak.
Pengasuhan kolaboratif adalah kerja sama, saling memahami dan menerima bersama pasangan dan semua anggota keluarga dalam mengelola rumah tangga. Ratih Ibrahim, MM, Psikolog.
Orang tua perlu memastikan kesiapan anak dalam beradaptasi pada masa transisi agar tumbuh kembangnya tidak terganggu, perkembangan sosial emosional anak juga harus dipantau dan dioptimalkan agar anak tumbuh menjadi anak hebat.
Saat webinar bicara gizi dalam rangka hari anak keluarga nasional turut hadir Ibu dr. Irma Ardiana, MAPS, Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) beliau memaparkan betapa pentingnya keluarga dan berencana dalam keluarga.
"Berencana itu keren" menurut Ibu dr. Irma Ardiana, berencana itu harus dimulai dari remaja sehingga terwujudlah keluarga yang Ibangga (3 dimensi dan 17 variabel) yaitu memenuhi dimensi Ketentraman, Kemandirian dan Kebahagiaan.
Pengasuhan bersama antara Ayah dan Ibu menawarkan cinta, penerimaan, penghargaan, dorongan, dan bimbingan mampu membentuk anak yang hebat dan berkualitas di masa depan" dr. Irma Ardiana, MAPS, Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Keterampilan sosial emosional anak merupakan keterampilan yang harus dipahami orang tua sehingga bisa diterapkan sebagai stimulus secara terus menerus untuk mewujudkan anak hebat.
Menurut Ibu Dr. dr. Bernie Endyani Medise, Sp.A(K), MPH, Dokter Spesialis Tumbuh Kembang Anak, agar anak anak dapat beradaptasi kembali dengan normal, memiliki keterampilan sosial emosional yang memadai, serta memiliki kemampuan berfikir yang baik, maka orang tua perlu memantau perkembangan sosial emosional anak secara berkala serta memberikan stimulasi dan nutrisi yang tepat.
Bicara tentang kolaboratif, ternyata Danone Indonesia merupakan perusahaan yang ramah keluarga lho, banyak program yang di fasilitasi agar orang tua dan si kecil dapat tumbuh optimal, seperti kebijakan cuti buat ibu hamil selama 6 bulan dan 10 hari bagi ayah sudah berlangsung selama lebih dari 5 tahun.
Danone Indonesia juga memfasilitasi forum untuk saling bertukar fikiran, berharap masyarakat akan menyadari pentingnya kolaborasi orangtua untuk menciptakan stimulus yang tepat agar mengembangkan aspek sosial emosional anak.
Baca juga: Danone Tempat Kerja Menyenangkan Jaman Now
Dari penjelasan diatas, semoga sudah paham ya bagaimana mengatasi sosial emosi anak saat masa transisi. Selanjutnya ada kiat optimalkan tumbuh kembang anak di masa transisi dari narasumber lainnya nih yaitu Mama Cici Desri yang merupakan Ibu Inspiratif dan juga Founder Joyfull Parenting 101. Mama Cici Desri ini sangat fokus pada tumbuh kembang putrinya Nafesa yang saat ini berusia 5 tahun.
Mama Cici Desri juga mengakui lho, bahwa anaknya memiliki banyak tantangan untuk kembali bersosialisasi dengan dunia luar, proses adaptasinya juga tidak berjalan dengan mudah, seperti saat bertemu dengan orang baru, beraktifitas dengan banyak orang dan rasa takut bertemu dengan orang baru.
Tantangan tersebut harus bersama-sama dilaluinya, dengan penguatan yang terus menerus, komunikasi dan pendampingan, InshaAllah anak bisa melalui masa transisi dengan baik dan anak hebat dapat terwujud.
Melalui interaksi sosial secara tatap muka langsung, si kecil mampu menumbuhkan rasa kepercayaan dan merasakan kenyamanan berada di lingkungan barunya, dengan begitu, saya yakin si kecil bisa tumbuh menjadi anak hebat yang pintar, berani dan memiliki empati yang tinggi" Cici Desri - Founder Joyfull Parenting 101
Untuk mengatasi sosial emosi anak di masa transisi, ini yang dilakukan mama Cici Desri agar tumbuh kembang anaknya tidak terganggu.
Memperkuat Keterlibatan dengan Si Kecil
Sebagai orangtua harus memiliki lebih waktu, untuk fokus tumbuh kembang si kecil, termasuk mendorong anak untuk mengungkapkan apa yang dirasakan, diinginkan dan dialami selama ini.
Memberikan memberikan ruang serta kebebasan dengan batasan yang telah disepekati bersama sehingga menumbuhkan rasa kepercayaan diri dan mengekspresikan pendapatnya.
Berikan Stimulasi dengan Rasa Cinta dan Rasa Aman
Terus merangsang, menstimulasi dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak dengan pola pengasuhan kolaboratif.
Dengan memberikan stimulasi dengan rasa cinta dan rasa aman ini membuat anak lebih terampil dan percaya diri. Memang bukan hal yang instran, perlu dibangun pelan pelan dan pentingnya keterlibatan semua anggota keluarga dirumah seperti suami, kakek dan nenek.
Komunikasi merupakan kunci sukses kolaboratif, maka perlu komunikasi yang baik dengan seluruh anggota keluarga dirumah termasuk dengan kakek dan nenek yang sering menjadi tumpuan harapan ketika orang tua tidak bisa membersamai anak karena pekerjaan dan lain lainnya.
Termasuk juga komunikasi dengan teman kita sebagai orang tua, ketika membawa anak balita bertemu dengan orang baru di tempat baru, jangan kaget ketika anak balita tidak mau digendong bahkan tidak mau bermain dengan orang yang baru dikenalnya, karena itu merupakan bagian dari diri anak beradaptasi dengan lingkungan baru.
Ketika anak sudah merasakan rasa cinta dan rasa aman dari lingkungan, maka anak akan tumbuh kembang secara optimal sehingga menjadi anak hebat.
Stimulasi untuk putri kecilku dirumah.. semoga menjadi anak hebat ya nak |
Bekerjasama dan Berbagi Peran untuk Memberikan Rasa Aman
Di masa transisi, anak merasa aman dan percaya diri dilingkungan baru merupakan harapan semua orangtua, maka orangtua harus bekerja dan berbagi peran untuk memberikan rasa aman pada anak anak.
Memberikan rasa aman, orangtua perlu memupuk keberanian anak. Untuk keberanian anak, disini butuh peran sang ayah bisa dilakukan dengan permainan yang seru bersama ayah.
Orangtua juga perlu melibatkan pihak lain, seperti menghubungi guru disekolah, bertanya apakah ada hambatan atau tidak selama anak disekolah, bagaimana anak bersosialisasi dan lain sebagainya
--
MashaAllah.. panjang ya tulisannya hehe semangat banget kalo bahas soal anak dan tumbuh kembang, karena masa masa ini sedang aku lalui.
Semoga anak anak ku tumbuh menjadi anak yang hebat.. Aamiin tentunya selain memperhatikan sosial emosi anak dengan stimulasi yang tepat, juga pemberian nutrisi untuk kecerdasan otak dan sistem pencernaan yang sehat sehingga tumbuh kembang anak optimal.
Bicara tentang kecerdasan otak dan sistem pencernaan yang sehat, selain pemberian nutrisi di 1000 hari pertama kehidupan anak, ASI selama 2 tahun juga pemberian MPASI sehat seimbang agar tumbuh kembang anak optimal, apalagi di masa transisi, orang tua tidak boleh abai tentang pemberian nutrisi pada anak.
Baca juga : MPASI sehat seimbang
MPASI Sehat Seimbang untuk jaga kecerdasan otak dan sistem pencernaan yang sehat |
Baca juga : Menjaga keamanan pangan keluarga mulai dari pemilihan bahan pangan, penyimpanan pangan, pengolahan dan penyajian bahan pangan, karena jika pemilihan, penyimpanan, pengolahan serta penyajian pangan keluarga tidak tepat maka akan mempengaruhi kecerdasan otak dan sistem pencernaan yang sehat.
Semoga berbagi informasi hasil webinar bicara gizi tentang "Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi" bisa bermanfaat ya.. Aamiin.
Webinar Bicara Gizi dalam rangka Hari Keluarga Nasional 2022 |
Masa transisi bukan berarti bebas tanpa aturan ya.. mari menjaga kesehatan diri dan keluarga agar hidup lebih bahagia tentunya dengan pola pengasuhan kolaboratif yang menjadi kunci sukses dari anak hebat.
Salam hangat,
Elly Nurul
Pengasuhan kolaboratif sangat penting ya Kak, apalagi di masa transisi seperti saat ini supaya anak bisa tumbuh optimal.
BalasHapusSalah satu pentingnya ilmu parenting untuk ini ya. Sebagai orangtua harus paham apa itu Masa Transisi emosi yang harus dilalui anak dan bagaimana cara mengatasinya. Peran kolaboratif antara ayah dan Ibu juga harus imbang.
BalasHapusBicara soal 'anak pandemi', aku jadi mikir juga. Kalau si Ibu kurang pola asuh, apakah itu penyebab anak introvert ya?
Aaaaa pengen ketemu juga sama babynya kak Elly, sini main sama aku sebentar kak pasti jadi bestie anaknya ma aku hehehhehe. Jangankan anak kak, orang dewasa pun butuh waktu adaptasi jika bertemu orang baru
BalasHapusInformasi mbak selalu lengkap, penjelasannya mudah dipahami, saya jadi belajar hal baru setelah membaca ini. Thanks for sharing, Mbak.
BalasHapusEh iya, aku nggak kepikiran bahwa gaya hidup kita di masa pandemi ini bisa menggeser pemahaman anak tentang berinteraksi dengan masyarakat. Harus tetap ditekankan ya bahwa menjaga jarak dengan ketat yang sedang kita lakukan ini bukan hal yang lazim kita lakukan sebelumnya.
BalasHapusBetul, tumbuh-kembang anak adalah tanggung jawab seisi keluarga, nggak cuma orangtuanya. Anggota keluarga lain perlu suportif dan kolaboratif, asal malah jangan sampai jadi menyetir hehe
Pengasuhan kolaboratif memang penting, supaya nantinya anak-anak bisa mudah bergaul dengan orang lain ya. Apalagi selepas pandemi dan anak-anak mulai bertatap muka dengan orang lain. Setelah selama ini terkurung di rumah aja, pastinya butuh adaptasi untuk berhubungan sosial.
BalasHapus